![]() |
WeheartIt |
Aloha!
Mengumpulkan kembali energi untuk ngeblog ditengah2 rempongnya mempersiapkan MPASI si Andin. Biasalah, emak latah macem saya maunya up to date metode MPASInya. Ya sekali2 idealis tak mengapalah ya. Ahahaha.
Andini. Anak ke 3 saya, sudah 6 bulan sekarang. Badan saya juga udah balik lagi ke timbangan sebelum hamil, bahkan kurang angkanya! Iyeyyy. Suatu pencapaian yang kasat mata adalah saat saya lagi santai2 jemur tetiba ada tamu perempuan dateng dan bilang saya kurus banged. (((KURUS))). Hahaha senangnya hatiku. Okey, abaikan apa motif si tamu itu memuji saya. Hahaha.
Andini, lahir hidup dan selamat dari kehamilan saya yang ketiga. IYA, SAYA UDAH 3 HAMIL. Dan 3 kali juga lahiran. Produktip ya. Hahaha.
Kata suami saya, Andini itu mirip banget sama Adrian. Padahal menurut saya, Andini itu ceplakannya Arman banget. Berarti, Arman mirip Adrian juga dong ya?
Arman dari kehamilan saya yang kedua.
Dan Adrian, anak yang saya lahirkan dari kehamilan pertama.
Adrian Pratama Bensya, anak pertama saya yang mengajarkan saya bagaimana rasanya hamil dan melahirkan normal yang pertama kali. Dan lalu saya salut kepada orang2 yang mau melahirkan normal dengan atau tanpa induksi. Sakitnya saya ingat sampai sekarang.
Saya harus melahirkan normal saat itu, di kehamilan saya yang berusia 22minggu karena kantung ketuban sudah sebagian besar berada di leher rahim. Saya yang tadinya menggebu2 idealis mau lahiran normal mendadak menciut nyalinya saat saya merasakan hebatnya efek induksi. Sakit tak berkesudahan.
Perintah bidan pendamping untuk atur nafas, awalnya bisa diterapkan saat awal2 rasa sakit kontraksi itu muncul untuk memperbesar bukaan. Lama2 saya ga peduli dengan saran berulang kali untuk atur napas, ambil-nafas-dari-hidung-buang-lewat-mulut. Saya cuma mau mengakhiri rada sakit itu. Masa bodolah apalah istilahnya, saya merasakan sakit memuncak dan saya mungkin 'mengejan'.
Kenapa mungkin? Ya karena saya ga tau apa itu disebut mengejan atau bukan.
DORR.
Semua yang ada di ruangan itu kaget. Saya, suami, ibu mertua, kakak ipar. Pintu kamar yang tadinya terbuka, langsung ditutup para bidan. Dokter saya sudah tiba bersama dengan dokter anak.
Kantung ketuban saya pecah.
Sepertinya, mengejan saya itu menjadi penyebab terjadinya pecah ketuban.
Saya ingat suami saya cerita kalo dia kuatir anaknya terlempar keluar ketika dorr tadi. Untunglah ada pengaman si tali pusat, kalo engga anak saya sudah entah dimana.
Adrian anak pertama saya yang hanya hadir selama 1,5jam pertamanya, yang mengubah status saya menjadi seorang ibu.
Saat itu, sedih? Pasti.
Saya melahirkan pagi, dan malamnya saya memutuskan untuk pulang dari RS karena dalam 1 kamar yang sama ada ibu yang baru juga melahirkan. Banyak tamunya. Setiap terdengar pertanyaan tamunya, mana bayinya?
Airmata saya otomatis menetes, mengalir begitu saja.
Saat itu seminggu sebelum lebaran tahun 2012. Lebaran tahun itu, kita serumah melaluinya dengan apa adanya. Ga ada acara rempong2 masak rendang dkk. Ya kaya hari biasa aja tapi ada banyak tamu hilir mudik.
Adrian, anak yang hadir dari kehamilan yang dinanti2 dari setahun sejak saya menikah. Setelah kelahiran Adrian, saya dan suami, bahkan dokter obsgyn saya jg introspeksi. Dokter saya mengemukakan sarannya untuk kehamilan saya selanjutnya.
Dan kita semua sama2 berikhtiar di kehamilan Arman yang alhamdulillah, lahir cukup waktunya. Makanya Arman bisa dibilang bayi mahal. Soalnya untuk mempertahankan sampai cukup waktu sayanya harus diikat/sirklase lalu bedrest. Ya hasil tidak mengkhianati proses, alhamdulillah hadirlah Arman dan Andini, kurang lebih dengan kondisi khusus sampai cukup waktunya.
Berbahagialah para ibu yang bisa hamil dan melahirkan tanpa harus ada perlakuan khusus.
Maafkan postingan melow ini.
Mungkin saya lagi rindu Adrian dan sebaliknya.
ah.. jadi ikutan sedih bacanya... :(
ReplyDeletejustru aku seneng banget sama posting ini mbak, touching :')
ReplyDeleteHai, aku sebetulnya sudah kepingin tanya-tanya tentang Adrian ini semenjak dirimu ngejapri aku untuk masalah cerclage itu.
ReplyDeleteTetapi aku setengah mati menahan diri untuk tutup mulut (atau lebih tepatnya mengatupkan jari tangan).
Karena waktu itu aku nggak yakin kamu sudah cukup pulih untuk sekedar ditanyai, "Bagaimana perasaanmu terhadap Adrian?"
Sekarang aku baca posting ini dan menghela napas sembari berpikir, "Owalaah..jadi begitu ceritanya ya.."
Pasti tidak menyenangkan kehilangan Adrian, karena menggembol anak kita dalam kandungan selama berbulan-bulan itu rasanya sudah gempor banget.
Lalu tiba-tiba dia diambil dari kita, kebayang sedihnya.
Semoga kamu senang dikelilingi Arman dan Andini sekarang ya, Rat.
Eh ya, aku kelamaan nggak update blogmu, aku nggak ngira kalau kamu sudah melahirkan lagi.
Padahal perasaan Arman itu hampir sepantaran dengan anakku, dan rasanya melahirkan bocah ini masih seperti baru kemaren deh.
Kok kamu jadi udah brojol lagi ya, hahahaha..
Menyentuh banget mbak... Tapi salut juga dengan ketegaran mbak juga suami dan keluarga.
ReplyDelete